Kota yang Menjadi Tempat Singgah Perjalanan Hidup

mengagumi atasan di kantor

Perjalanan hidup seseorang sangat beragam. Ada yang merasa perjalanan hidup mereka biasa saja, ada juga yang menarik. Mbak Fitri Yenti berkesempatan untuk menikmati perjalanan hidupnya di beberapa kota di Indonesia. Seperti apa perjalanannya?

Ketika kamu tidak percaya lagi cinta..

tidak percaya cinta - kegiatan untuk si single

Kamu pernahkah tidak percaya cinta? Ah apa itu cinta, novel-novel cinta yang aku baca selalu saja penuh dengan impian akan manisnya cinta. Tokoh pria yang digambarkan dengan 80% sempurna, begitu juga dengan tokoh wanita yang 85% digambarkan dengan sempurna. Dengan kisah cinta sebaik mungkin yang ditulis oleh salah satu penulis kondang negeri ini, cerita cinta dua anak manusia itu sangat sempurna di mataku. Sementara kisahku? Sederetan kisah pahit, jatuh bangun membangun cinta, jatuh bangun percaya pada pria, dan jatuh bangun untuk mendapatkan cinta, kayaknya belum ada tuh yang sukses. Sedih dan pedih tak terkira… Ishh sedikit lebay ya.. Tapi memang kisahnya demikian. Tidak Percaya Cinta? Tenang… Kegiatan Ini Bisa Tetap Kamu Lakukan Tapi dunia belum kiamat kok ketika sampe hari ini belum menemukan kisah cinta yang pas dengan novel tadi. Atau belum percaya lagi pada cinta yang kini ntah di mana. Masih banyak yang bisa lakukan selama kamu masih sendiri dan tidak ada yang melarang, selain hidup di perantauan (kalau punya pasangan susah kan merantau). 5 kegiatan di bawah ini bisa dipilih buat mengisi waktu, di saat kamu tidak percaya cinta dan memilih sendiri. Bahkan, lebih menyenangkan di saat kamu sedang sendiri.  1. Traveling Ke Mana Kamu Suka dan Sejauh yang Kamu Mau Tidak ada yang melarang, tidak ada yang tanya-tanya “pergi dengan siapa, pulang kapan” selain orang tua. Tidak ada yang “kepo” dengan kepergian kamu selain temen-temen yang liat di socmed betapa hitz nya poto-poto liburanmu. 2. Masak Makanan yang Kamu Suka Kebetulan akhir pekan ini kamu tidak bepergian, mungkin memasak makanan ringan seperti pisang goreng, atau goreng ubi bisa kamu lakukan. Masak dalam jumlah lebih, bagikan ke tetangga kiri-kananmu. Bahagiakan rasanya bisa memasak makanan kesukaan sambil berbagi. 3. Baca Novel Romantis Kesukaanmu Kamu akan super galau ketika membaca cerita cinta sang tokoh yang kenyataannya sangat bertolak belakang dengan kisahmu. Biarkan itu mengalir apadanya. Kamu mau marah atau mau nangispun tak apa. Biarkan semua perasaan sesak di dada keluar dengan bulir bening yang membasahi pipi. Salah satu rekomendasi novel romantis terbaik yang kamu harus baca: Winter in Tokyo karya Ilana Tan. 4. Belanja Apa Saja yang Kamu Mau Bebas mau belanja tiket pesawat, kosmetik, baju, jaket yang lagi hits sekarang ini, blazer incaran kamu, atau sepatu kets warna favorit. Asal jangan habiskan uangmu dalam tabungan sekejap ya. Hidup masih butuh perjuangan dan panjang. 5.  Nyanyi di Tempat Karoke Langgananmu Kadang kita butuh tempat untuk menyalurkan bakat terpendam yaitu penyanyi top kamar mandi atau penyanyi khas karoke keluarga. Nyanyi di karaoke jika kata orang 99% curhat dan 1% nyanyi. Lah kumaha? Ah no problem, sesekali ini. Yang penting hati bahagia, bersenandung ria ketika lagu-lagu mellow swallow tampak terpampang nyata di layar.  Tidak Percaya Cinta? Single? Gak Takut kok…. Apapun, pada akhirnya, kembali pada diri kita sendiri. Kamu percaya atau tidak terhadap cinta – dengan segudang pengalaman burukmu. Menjadi pejuang tunggal ataupun menjalin hubungan cinta dengan seseorang – semua ada di tanganmu sendiri. Yang pasti… aku tidak takut jatuh cinta lagi. Suatu saat, aku yakin, tidak percaya cinta dalam hatiku sekarang ini akan hilang dan digantikan oleh indahnya cinta. Untuk sekarang? Well… I’m single and I’m Happy… How about you?

Hidup di Perantauan – Enak Gak Sih?

hidup di perantauan

Pikiran Random kali ini mau bagi kisah hidup di perantauan. Dan satu pertanyaan paling sering ditanyakan adalah: Kapan pulang? Terus jadi anak kos. Jauh dari keluarga. *** KAPAN PULANG? Ah aku tak tau kapan bisa menjawab pertanyaan kapan pulang? Ini tahun 2017, artinya sudah 17 tahun aku menjalani hidup sebagai anak perantauan dan anak kosan. Hidup di Perantauan itu Berawal di Bandung Ya setelah SMA, aku memutuskan untuk melanjutkan hidup di Pulau Jawa. Parisj Van Java a.k.a Bandung saat itu jadi pilihanku. Aku sudah jatuh cinta pada kota itu sejak SD ketika pertama kali liburan sekolah kesana. Menjalani keseharian sebagai anak kuliah di pinggiran Bandung, membuatku memiliki banyak teman-teman baru dari berbagai kota dan provinsi di Indonesia. Bergaul, bersahabat, dan berjalan-jalan di akhir pekan itu adalah rutinitas kami. Aku merasa betah dan baik-baik saja tinggal di daerah yang jadi tujuan wisata favorit banyak orang ini. Hingga suatu hari di awal 2014, aku merasa harus keluar dari Bandung. Merasa tidak aman dan tidak nyaman lagi hidup di Bandung. Baca juga: Pikiran Random tentang Tahun Baru What should I do? Tiba-tiba tawaran keluar dari Bandung itu mendadak datang. Hanya butuh dua minggu untuk mempersiapkan kepindahan itu. Surat pengunduran diri aku ajukan ke perusahaan, dan bersiap mengurus barang-barang yang akan dibagikan ke teman-teman sebagian. Sebagian lainnya dikirim lewat jasa kurir menuju rumah. Para sahabat shock dengan berita kepindahanku sembari berkata “Are you sure Fit?”, dan saya pun menjawab “ 100 % sure”. Nah selama perjalanan hidup 14 tahun di Bandung banyak sekali pelajaran yang aku ambil. Pertemanan dan persahabatan bagiku adalah segalanya. Jadi berteman dan bersahabatlah dengan banyak orang, mereka akan membantumu di masa-masa sulit. [toggle title=”Ingin menulis di Pikiran Random?”]Pikiran Random membuka kesempatan untuk kamu menulis. Berbagi cerita tentang hidup, cinta, dan juga kerja. Lengkapnya: Klik saja gambar ini dan isi form kontaknya. [/toggle] Dan kamu akan tau siapa sahabat sejatimu bukan dikala hidupmu bahagia dan penuh suka cita, tapi di saat hidupmu penuh air mata, dan kamu berjuang untuk bangkit setelah terperosok di dasar jurang. Lost in Tanjung Balai Karimun Ya Allah jauh amat aku merantau, kapal yang membawaku saat itu dari Pelabuhan Sekupang – Batam menuju Tj Balai Karimun [selanjutnya akan ditulis TBK] agak kurang bagus, kursinya banyak yang sudah tua umurnya dan kurang empuk. 90 menit berlayar, sampai juga di Pelabuhan TBK, dan aku dijemput oleh staff kantor. Sebelum tiba di mess, Udin begitu namanya, membawaku keliling kota dan makan siang terlebih dahulu. TBK adalah ibukota Kabupaten Karimun yang terletak di Pulau Karimun Besar, sebelah Barat Pulau Batam. Berjarak tempuh 90 menit dari Batam baik dari Pelabuhan Sekupang, maupun di Pelabuhan Harbour Bay. Pekerjaan yang ditawarkan temanku pada saat itu adalah menjadi staff HR di sebuah perusahaan Australia yang sedang membangun pelabuhan tangki minyak. Aku tidak mengetahui seperti apa TBK selain kehidupan malamnya yang bombastis. Dan human trafficking nya yang tinggi, terutama untuk ABG di bawah umur. Ya itu hasilku Googling soal TBK, beberapa hari sebelum keberangkatan. Wajar saja jika sahabatku merasa shock ketika mereka mengetahui seperti apa TBK. Bagiku TBK was school of my life. Aku belajar banyak di sana, belajar menerima bahwa kota ini tidak ada mall dan bioskop.  Belajar menerima jika malam tiba kami hidup dengan pertolongan genset. Belajar menerima sewaktu-waktu harus mau mandi dengan air galon ketika air tangki belum datang ke mess padahal jam sudah menunjukkan waktu mandi dan segera ke kantor. Pokoknya, hidup di perantauan itu mengajarkan banyak hal – tempat belajar kehidupan.  Jika ingin belajar bersabar, TBK adalah tempatnya. Aku masih ingat ketika krisis BBM selama 4 bulan melanda TBK. Setiap hari antri di SPBU 3-4 jam untuk 10 liter bensin kendaraan roda 4. FYI, tahun 2014 hanya ada 1 SPBU se-TBK. Alhamdulilah tahun 2015 awal sudah dibuka SPBU baru yang bisa mencukupi kebutuhan BBM penduduk satu pulau. Hidup Di Perantauan itu…. Aku baik-baik saja tinggal dengan predikat anak pulau, aku sangat bahagia karena setiap hari bisa memandang birunya laut, dan senja yang indah dipinggir laut di area lokasi kerjaku. Aku enggan pulang. Karena tempat merantau mengajarkan bahwa bersyukur harus sebanyak mungkin, dan bersedih seperlunya saja.