Tidak pernah terbersit dalam pikiran saya untuk menjadi lajang saat usia sudah menjelang 30. Impian saya dulu bahkan menikah saat usia 23 biar usia saya dan anak nanti tidak terlalu jauh. Tapi rencana tinggal rencana. Here I am still single near 30.
It’s kind of roller coaster life, there are happy things and also sad things.
Being Single? Why Not?
Saya selalu percaya bahwa setiap orang memiliki waktunya masing-masing saat berkembang. Seperti saya yang masih diberi kesempatan untuk sekolah meneruskan jenjang pendidikan magister. Tidak semua orang memiliki waktu dan keberanian untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Alasan saya ketika melanjutkan S2 pun lebih untuk mengejar gelar keprofesian yang harus dilakukan berbarengan dengan program S2.
Banyak yang bertanya “bagaimana kalau nanti kuliahnya lama? Kok ga milih kerja dulu aja? Kok ga milih nikah dulu?”
Saat itu saya masih memiliki pacar dan ia pun mendukung pilihan saya ini. Jadi kembalilah saya ke bangku kuliah. Saat sudah mulai mengerjakan tesis, saya pun mulai mencari pekerjaan freelance sehingga memungkinkan saya mengurus tesis yang dulu ga kelar-kelar dan juga membantu orang tua mengurus rumah.
Hingga akhirnya saya lulus, saya pun masih bekerja secara freelance karena fleksibelnya jadwal kerja dan saya bisa mengatur ketika ada beberapa hal yang perlu dikerjakan.
Sedihnya Jadi Jomblo di Usia 30an? Sama Kayak Jomblo Lainnya, Hanya Lebih Tua Aja
Tentu saja saya pun sempat dilanda kesedihan setiap datang ke nikahan teman dan banyak yang bertanya “kapan menyusul?” yang hanya bisa saya aamiini. Perasaan semakin sedih saat teman-teman di sekeliling tidak hanya menikah dan punya anak, tapi juga mulai hamil anak kedua!!
Saya merasa tua!!
Apalagi hubungan saya dan pacar pun tidak berjalan mulus sehingga kami memutuskan untuk berjalan sendiri-sendiri. Ini sih bagai jatuh tertimpa tangga!
Baca juga: Ketika Tidak Percaya Cinta Lagi, Harus Ngapain?
Keuntungan Being Single Near 30
Selain kesedihan, tentu ada bagian mengasyikkan dari menjadi single di umur 30, saya jadi tidak perlu minta izin untuk bepergian ke suatu tempat untuk berlibur.
Saya biasanya hanya akan memberitahu orang tua kalau saya akan pergi. Beberapa teman sempat berkata bagaimana enaknya bisa jalan-jalan tanpa rusuh membawa buntut dan ga perlu izin suami. Atau bagaimana menyenangkannya bepergian tanpa perlu mengurus surat cuti di kantor.
Saya pun masih bebas untuk bekerja sesuai dengan apa yang saya inginkan. Begitupun saat gajian datang, saya masih dapat menikmati gaji untuk diri saya sendiri dan bisa berbelanja beberapa barang yang saya impikan. Saat ini pun saya sedang membangun sesuatu yang menjadi salah satu impian saya. Semoga ini bisa segera terwujud, aamiin!!
Cara Saya Menjadi Jomblo di Usia 30
Menurut saya menjadi “jomblo” di usia 30 tentu banyak tantangannya, tapi di sinilah saya sekarang. Percuma menyesali apa yang sudah terjadi.
Seorang guru pernah berkata kepada saya, just forgive yourself, and let it go.
Saya pun belajar menerima segala kekurangan dan kelebihan yang ada di dalam diri. Saya pun belajar melepas harapan, karena ketika harapan dan kenyataan tidak sesuai, saya menjadi frustrasi dan stress.
Saya akhirnya memilih untuk lebih menjejakkan kaki saat ini dengan tidak menyesali masa lalu ataupun berharap terlalu banyak terhadap masa depan.
Lebih baik saya berusaha sekuat tenaga terhadap apa yang bisa saya lakukan dan kontrol saat ini. Dengan semua kejadian yang saya alami, saya dapat mengatakan bahwa hidup saya memang tidak sempurna dan berbeda dari orang kebanyakan, tapi bukan berarti saya tidak menikmatinya.
Setiap orang tentu memiliki kebahagiaan dan masalahnya sendiri. Baik itu orang yang single ataupun sudah memiliki pasangan. Baik yang berusia 20, 25, 30, atau bahkan 40.
So don’t worry about being single near 30. Because you never know what is going on in the future.
Cheers!!
8 Responses
Ahhh sukak banget yes sama tulisannya… Btw kayaknya kita seumuran deh mas haha.
Terima kasih Mbak Kurnia, kalo relate banget sih curiganya seumuran =))) .
Oia saya perempuan btw 😀
Halo mbak Amel… ini bukan tulisanku mbak. Jadi jangan pake mas dong. Ini yang nulis mbak2. hehe.
Dulu saya menikah sekitar 35-an
Kalau bicara soal hati, tak ada yang bisa menembak.
Walau sama-sama suka ,belum tentu bisa bersama
Eh, yang tidak disukai justru bisa sekamar 😀
Yang penting bisa enjoy, malah dengan kondisi seperti ini, teman saya banyak yang bisa mengeksplorasi potensi dirinya lebih maksimal 🙂
Aku setuju…yang penting apapun kondisinya tetep bisa enjoy
Kesuksesan seseorang itu berbeda-beda. Dan jangka tempuhnya juga berbeda pula.
Termasuk soal jodoh. Saya juga merasaakannya seperti itu.
Yang jelas ,setiap orang punya cita-cita tersendiri. Dan ada hal lain yang harus dikorbankan.
Ada yang memilih pendidikan dulu, baru soal jodoh
Ada yang ingin bekerja dulu agar bisa memiliki ini dan itu ,baru jodoh
Yang penting ,tetap bisa menikmati dan berhak bahagia.
Suka banget sama bagian ini : “Saya pun belajar menerima segala kekurangan dan kelebihan yang ada di dalam diri. Saya pun belajar melepas harapan, karena ketika harapan dan kenyataan tidak sesuai, saya menjadi frustrasi dan stress.”
Salam Kenal Mba Rara! Terima kasih untuk tulisannya yang sepertinya sedih tapi isinya positive sekali. Wow!
Terima kasih sudah membaca dan comment di tulisan ini kak.