Saya pernah membahas mengenai fungsi dari fitur media sosial. Selain sebagai pengingat memori yang baik-baik, memori buruk pun bisa menyadarkan kita untuk lebih bijak sebelum memposting apa pun.
Kayak di film horor “Unfriended” aja, sih. Apa pun yang kamu posting di internet akan selamanya di sana. Bahkan meski kamu lupa atau sudah kamu hapus.
Kasus 1:
Pas baru-baru kenal internet, terutama media sosial, saya sempat ikut kebawa norak. Hampir semuanya diposting online, mau itu blog berisi curhatan pribadi, foto-foto saya yang posenya ‘ajaib’, sampai rant marah-marah dan makian terhadap mereka yang bikin saya kesal.
Bahkan, satu cerpen yang pernah saya posting pernah sempat bikin saya dan seorang sahabat musuhan sampai dua bulan. Gak tanggung-tanggung, email dan medsos saya dia blokir.
Lalu, bagaimana akhirnya kami bisa berbaikan kembali? Sebenarnya saya masih termasuk yang cukup beruntung dalam soal ini. Setelah menulis blog berupa permintaan maaf secara terbuka, dia membacanya dan kemudian memaafkan saya.
Singkat cerita, kami masih berteman hingga kini dan saya tidak mau kehilangan dia lagi.
Postingan penyebab kami berdua sempat bertengkar hebat itu sebenarnya sudah lama saya hapus. Cuma, bila kebetulan ada yang menemukannya dan bertanya sama saya.
Yah…memang benar, itulah bukti kebodohan saya dulu. Daripada sok baik selalu tapi ketahuan aslinya dan malu, mending ngaku dosa dulu. Hahaha…
Kasus 2:
Nah, begitu tahu HRD perusahaan mulai banyak yang kepo dengan isi medsos calon pegawai mereka, saya mulai lebih berhati-hati. Mulailah saya membatasi posting berisi curhatan.
Kalo gak di-set ke private atau semi-private (alias hanya bisa dibaca beberapa orang tertentu dalam daftar pertemanan saya), mending gak usah bikin sekalian.
Bahkan, sekarang saya jauh lebih sering share tautan ke artikel-artikel yang sudah pernah saya baca atau yang jadi favorit. Biar kesannya pinter karena masih suka banyak baca gitu…#plakk (*tabok diri sendiri*)
Buktinya dari kasus-kasus semacam ini juga tidak main-main. Di luar negeri, pernah ada perempuan yang langsung dipecat pada hari pertama gara-gara postingannya di media sosial.
Si perempuan kehilangan pekerjaannya di sebuah tempat penitipan anak gara-gara dia mengaku di medsos bahwa sebenarnya dia gak suka dengan anak-anak.
Entah postingannya lupa untuk di-set private atau ada teman ‘lingkaran dalam’ yang berkhianat, pokoknya bos di tempat kerja itu tahu dan langsung menyuruhnya tidak usah datang saja sekalian. Wuiihh…serem, yah?
Ternyata, postingan di-set private pun gak ngaruh, karena bisa aja ada temen kamu yang meng-capture-nya. Cukup berbekal screenshot, semua aibmu pun tetap bebas merdeka di dunia maya. Tinggal tunggu netizen lain mem-bully saja.
Fitur Memori Sosmed vs. Netizen yang “Kerajinan”
Nah, kalo sudah begini gimana??
Ternyata, kita gak perlu fitur memori sosmed untuk mengingatkan postingan lama kita. Bahkan, fitur ini sudah terbukti kalah cepat dengan netizen yang “kerajinan”.
Mereka bisa meng-capture postingan dan message kita yang terkini, entah itu minggu lalu, kemarin, bahkan beberapa jam sebelumnya.
Buat apa, sih? Tentu saja buat barang bukti. Sayangnya, kebanyakan cara ini dilakukan dengan tujuan kurang menyenangkan, yaitu mempermalukan sesama.
Bahkan, meskipun sudah dihapus, gak ada yang bisa memprediksi siapa yang sudah duluan meng-capture postingan ‘berbahaya’ tersebut.
Waspada dan Jangan Lupa Berkaca
Emang sih, nyaris gak ada batasan mau posting apa pun yang kita suka di media sosial. Mau itu kamu lagi kesel sama pacar, dendam kesumat pada mantan (aihh!), marah-marah sama orang kantor, hingga kritik untuk mereka yang kamu anggap gaya hidupnya ‘enggak banget’.
Toh, namanya juga kebebasan berpendapat – meskipun UU ITE tetap jadi bayang-bayang yang mengancam. (Hiii…)
Tapiii…siap-siap aja nih, kalo ada yang sakit hati atau tersinggung sama postingan kamu. Kan, sama saja dengan kamu yang gak bisa ngontrol respon orang sama postingan kamu. Bisa saja kamu maksudnya bercanda, orang lain nangkepnya beda. Namanya juga udah risiko bermedia sosial.
Kalo gak mau direspon gak enak, bisa kamu set khusus untuk beberapa orang saja yang menurutmu bakalan paling mengerti kamu atau gak usah aktifin kolom komentar sama sekali. (Eh, tapi apa asiknya sih, kalo maennya satu arah gitu??)
Selain itu, jangan lupa berkaca.
Takutnya, kamu posting berupa teguran sama orang untuk gak posting soal A dan B di medsos mereka, tapi lupa kalo sebelumnya kamu sudah pernah melakukan hal serupa. Tahu sendiri ‘kan, netizen banyak yang rajinnya ngalahin fitur memori media sosial.
Takutnya, mereka sengaja cari-cari (atau malah udah ngumpulin?) postingan lama kamu sebelum di-capture, terus screenshot-nya diposting khusus buat nunjukin kalo kamu selama ini udah maen standar ganda. Mau, gak? Hiii…
Untuk amannya sih, kalo emang udah gak tahan sama postingan orang yang menurut kamu enggak banget, ‘kan ada fitur unfollow atau block. Hehehe…
RR.