Tiba-tiba, saya teringat kisah seorang anak murid saya. Kisah ini terkait tentang hidup dan sikap jangan takut gagal dalam hidup. Simak kisahnya dan pikiran random saya tentang ini yuk:
Sewaktu masih menjadi seorang guru Bahasa Inggris, saya pernah membaca artikel ini di buku cetak murid-murid saya:
Ada kisah seorang anak jenius. Di usianya yang ke-15, dia sudah loncat kelas di SMA. Dia bisa berbicara dalam lima bahasa asing selain Inggris. Anak ini bahkan sudah diterima di 3 kampus paling bergengsi di negerinya, meskipun usianya relatif masih muda.
Lalu, ibunya bercerita bahwa anak itu juga les piano. Namun, ternyata memainkan alat musik tersebut adalah kelemahannya. Saat ditanya alasan Sang Ibu yang tetap mengharuskan si anak belajar piano, alasan beliau cukup masuk akal:
“Agar dia tetap sadar bahwa dia masih manusia biasa.”
Mungkin kita akan bertanya-tanya, untuk apa, sih? ‘Kan anaknya sudah jenius. Ngapain belajar yang lain lagi dan menyusahkan diri sendiri? Apalagi, yang dipelajari ternyata bukan sesuatu yang mudah dia kuasai.
Bukankah nanti si anak malah akan merasa tidak percaya diri karena gagal menguasai sesuatu?
Kenapa Takut Gagal?
Siapa sih, yang mau gagal? Pastinya nggak ada. Tapi gimana kalau ternyata kejadian juga, meskipun sudah berusaha keras?
Dari kecil, kita selalu diajarkan – bahkan sampai didoktrin – untuk harus selalu sukses. Jangan dapat nilai merah, terutama saat ujian. Jangan sampai tinggal kelas, nanti memalukan. Harus lulus sekolah dan kuliah, jangan sampai D.O.
Harus dapat kerja, jangan sampai jadi pengangguran – apalagi kelamaan. (Terutama bagi kaum Adam yang masih dituntut untuk wajib menafkahi keluarganya.) Yang terakhir: jangan sampai dipecat. (Lihat, sampai saya kasih bold, underline, dan italics sekaligus.)
Gagal memang momok bagi banyak orang. Nggak berhasil mencapai standar tertentu (apalagi yang masih berlaku di masyarakat) dianggap sesuatu yang rendah dan hina.
Padahal, siapa sih, kita? Boro-boro sempurna, mendekati saja tidak.
PikiranRandom – Jangan Takut Gagal karena tidak ada yang sempura!
Saya bisa lanjut kalau mau. Setelah dapat kerja bagus, harus segera menikah – kalau bisa di usia 20-an. (Untuk perempuan, sering ditekankan bahwa sedini mungkin lebih baik.) Harus bisa punya anak sebagai bukti ‘keberhasilan pernikahan’. (Entah apa maksudnya.)
Kalau nggak, dianggap gagal dan bermasalah. (“Pasti ada yang salah!”) Begitu pula kalau sampai bercerai (dan bukan karena ditinggal mati, ya.)
Mungkin karena inilah banyak yang memilih ‘bermain aman’. Tidak berani mencoba hal-hal baru dengan alasan takut salah dan gagal. Takut dimarahi, dihina, hingga diremehkan. Mereka cenderung mudah mundur dari tantangan.
Padahal, 7UP sekalipun mengalami hal ini. Gagal dan maju lagi. Pertanyaannya: apakah mau terus maju atau tidak?
Bila berhasil akan sesuatu, mereka juga cenderung jumawa. Terlalu bangga dan lantas menghina yang mereka anggap gagal. Cari perbandingan biar puas. Intinya, mereka malah jadi nggak berkembang, tapi keburu merasa ‘besar’.
Coba Dulu – Jangan Takut Gagal
Gimana kalau pilihan kamu ternyata salah? Gimana kalau ternyata gagal setelah mencoba sesuatu? Apakah artinya kamu bodoh dan tidak bisa apa-apa?
Bukankah kegagalan sesungguhnya adalah ketidakberanian seseorang untuk mencoba? Tentu saja, selama yang dicoba masih sesuatu yang benar dan positif, bukan tindakan kriminal dan yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Jangan takut gagal. Gagal itu bagian dari hidup. Yang penting adalah yang harus kamu lakukan sesudahnya:
Bangkit kembali.
RR.