Toxic Positivity: Ketika Kebahagiaan Palsu Malah Bikin Capek

  • Home
  • »
  • Hidup
  • »
  • Toxic Positivity: Ketika Kebahagiaan Palsu Malah Bikin Capek

Toxic Positivity: Ketika Kebahagiaan Palsu Malah Bikin Capek

apa itu toxic positivity dan cara menghindarinya

Di era media sosial seperti sekarang, kita sering melihat unggahan yang mengajak untuk selalu berpikir positif, seperti “Everything happens for a reason” atau “Good vibes only”. Meskipun terdengar menyemangati, ada kalanya ajakan ini justru menjadi bentuk toxic positivity — fenomena di mana seseorang memaksakan kebahagiaan atau optimisme, bahkan di saat itu tidak sesuai dengan kondisi emosional.

Apa Itu Toxic Positivity?

Toxic positivity adalah anggapan bahwa seseorang harus selalu berpikir positif dan mengabaikan emosi negatif.

Ini bukan hanya soal optimisme, tetapi lebih kepada memaksakan pandangan bahwa kebahagiaan adalah satu-satunya respons yang dapat diterima, apa pun situasinya.

Misalnya, saat seseorang bercerita tentang kehilangan pekerjaan, respons seperti, “Yakin deh, ini ada hikmahnya” atau “Kamu harus tetap bersyukur” bisa terasa tidak empatik. Alih-alih membantu, toxic positivity malah membuat orang merasa emosinya tidak valid.

apa itu toxic positivity dan dampaknya dalam hidup

Ini berbeda dengan hubungan yang toxic ya, walau sama-sama ada kata toxic. Di sini, lebih ke “memaksakan” positif di saat dan di waktu yang salah.

Mengapa Toxic Positivity Berbahaya?

Sekali lagi, penekanannya adalah di “memaksakan” pandangan untuk selalu positif di saat yang tidak tepat dengan cara yang tidak tepat juga. Toxic positivity ini menjadi bahaya karena:

kenapa toxic positivity berbahaya

Mengabaikan Emosi Nyata

Semua orang memiliki hak untuk merasakan kesedihan, kemarahan, atau kekecewaan. Dengan memaksakan kebahagiaan, kita mengabaikan emosi ini, yang sebenarnya penting untuk proses pemulihan. It’s okay not to be okay kok. Justru kita gak boleh mengabaikan emosi yang sedang kita miliki sekarang. Hal ini malah bisa lebih bahaya lagi ke depannya.

Baca juga: Wajar Kalau Overthinking – Asal Jangan…..

Meningkatkan Tekanan Sosial

Pesan seperti “Harus selalu bersyukur” bisa membuat seseorang merasa bersalah atas emosi negatifnya. Bukannya bikin orang jadi hidup lebih baik malah bikin makin insecure…. inilah salah satu akibat atau bahayanya positif berlebihan yang gak tepat.

Menghambat Hubungan

Ketika seseorang merasa emosinya tidak dihargai, ia cenderung menarik diri dan berhenti berbagi dengan orang lain. Sebaiknya, ketika ada teman kita yang sedang mengalami kondisi tertentu, kita memberi dukungan bukannya malah menjadi sosok yang toksik yang bikin orang males dealing sama kita.

Menjadi Beban Mental

Memaksakan diri untuk selalu bahagia bisa menyebabkan kelelahan emosional dan bahkan memperburuk kondisi mental.

Contoh Toxic Positivity dalam Kehidupan Sehari-hari

Di tempat kerja: Ketika atasan berkata, “Kita harus selalu positif meskipun target tidak tercapai,” tanpa memberikan solusi nyata. Padahal, yang dibutuhkan dari atasan dan juga rekan kerja kan solusi bersama ya. Biar sama-sama enak – gak jadi budaya kerja toksik yang gak nyaman.

Dalam hubungan: Saat teman berkata, “Kamu terlalu dramatis. Coba lihat sisi baiknya saja.” Sama seperti penjelasan sebelumnya, kita sebagai teman, ada kalanya hanya perlu orang yang dapat standby di samping dan ada untuk mereka. Cukup dengan “ADA” aja.

Di media sosial: Unggahan dengan tagar seperti #GoodVibesOnly yang seakan menghakimi siapa saja yang menunjukkan emosi selain kebahagiaan. Eh tapi gak semua hashtag yang itu jelek ya. Lihat lagi konteks penggunaannya. Kalau memang lebih untuk menghakimi, ya itu artinya tanda toksik.

Bagaimana Menghindari Toxic Positivity?

toxic positivity

Validasi Emosi Orang Lain: Jika seseorang sedang sedih, katakan sesuatu seperti, “Aku mengerti ini pasti berat untukmu.”

Berlatih Empati: Dengarkan tanpa buru-buru memberikan nasihat atau mencoba “memperbaiki” situasi.

Normalisasi Emosi Negatif: Sadari bahwa sedih, marah, dan kecewa adalah bagian alami dari hidup.

Pilih Kata dengan Bijak: Hindari respons seperti “Lihat sisi baiknya” dan gantilah dengan, “Aku di sini kalau kamu butuh cerita.”

Berbicara Jujur pada Diri Sendiri: Ketika merasa terbebani, izinkan diri Anda untuk beristirahat dan merasakan apa pun yang sedang dialami tanpa memaksakan kebahagiaan.

Rekomendasi buku bacaan untuk kamu:

rekomendasi buku self improvement

How to Respect Myself merupakan buku yang ditulis oleh Yoon Hong Gyun, seorang dokter spesialis kejiwaan asal Korea Selatan. Buku ini berhasil meraih kesuksesan dengan terjual lebih dari 1 juta eksemplar di Korea Selatan dan menjadi buku penjualan terbaik nomor satu di Korea Selatan.

Buku ini memuat penjelasan tentang cara untuk mengenal diri sendiri, menghargai diri sendiri, dan juga mencintai diri sendiri. Melalui buku ini, Yoon Hong Gyun ingin membagikan pemikiran dan pengalamannya kepada orang lain yang memiliki masalah yang berkaitan dengan diri sendiri.

Mulai untuk mencintai diri sendiri dengan apa adanya, termasuk ketidaksempurnaan yang ada pada diri anda. Semoga tidak ada lagi kebimbangan dalam diri anda ketika mengambil keputusan atas segala hal, serta tidak terpengaruh oleh pendapat atau penilaian orang lain.

It’s Okay Not to Be Okay…

Kita tu hidup gak harus selalu sempurna kok. Ada masalah dalam hidup ya wajar… tapi bukan berarti juga hidup dalam kesengsaraan terus menerus sih.

Toxic positivity mungkin terdengar seperti hal kecil, tetapi dampaknya bisa signifikan, terutama pada kesehatan mental. Dengan memahami bahaya ini dan belajar untuk lebih menerima emosi negatif, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih mendukung, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Ingat, tidak apa-apa untuk tidak selalu baik-baik saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Randoman Lainnya

Jangan lupa baca juga randoman yang ini

  • All Posts
  • Cinta
  • Hiburan
  • Hidup
  • Kerja
  • Relationship
  • Single

Subscribe now

Daftarkan email kamu untuk dapatkan update terbaru

Subscription Form

Randoman terpopuler